Senin, 02 Desember 2013

Bisnis syariah

Apa itu bisnis syariah/ islami? Apa bedanya dengan bisnis pada umumnya?. Mungkin itu adalah pertanyaan yang akan muncul ketika kita membicarakan tentang bisnis islami atau bisnis syariah. Pertanyaan-pertanyaan seputar bisnis syariah memang wajar adanya, mengingat saat ini yang menjadi mainstream dalam bisnis adalah cara konvensional (biasanya identik dengan bunga bank). Meski saat ini kita patut bersyukur bahwa bisnis syariah mulai mendapat tempat di hati masyarakat.
Pengertian Bisnis Syariah
Bisnis adalah suatu aktifitas individu atau kelompok/organisasi untuk memproduksi dan memasarkan barang atau jasa kepada konsumen dengan tujuan untuk memperoleh keuntungan atau profit. Sehingga bisnis islami adalah bisnis yang sesuai syariah islam, Karena bisnis adalah sekumpulan aktifitas/perbuatan manusia dimana perbuatan tersebut wajib terikat dengan syariah islam.
Mengapa Harus Bisnis Syariah?
Setidaknya ada 4 butir pegangan kita sebagai seorang muslim ketika hendak memulai membangun bisnis :
  1. Jika seorang muslim hendak memulai bisnis, bahkan luas lagi, yaitu akan memulai kehidupannya, seharusnya dilandasi dengan sebuah keyakinan (keimanan) bahwa semua perbuatan di dunia ini akan dimintai pertanggungjawaban oleh Allah SWT di akhirat kelak.
  2. Jika kita ingin pertanggungjawabannya sukses, maka rahasianya hanya satu, yaitu seluruh perbuatan didunia harus terikat dengan syariat Islam.
  3. Bisnis merupakan bagian dari perbuatan manusia. Maka, jika kita ingin bisnis kita sukses di dunia dan akhirat, kuncinya juga hanya satu : bisnis kita harus sesuai syariat islam.
  4. Pertanggungjawaban  kepada AllahSWT yang berkaitan dengan bisnis ada dua pilar, yaitu bagaimana cara kita memperoleh harta dan bagaimana cara kita menggunakan harta.
Perkembangan Bisnis Syariah
Perkembangan bisnis syariah harus diakui mengalami perkembangan yang pesat, bisnis dengan menggunakan label syariah ini menjadi trend  yang cukup menggoda. Banyak ragam bisnis yang saat ini diberi label syariah. Perbankan syariah mungkin dapat kita sebut sebagai pionirnya, disusul kemudian industri yang bergerak di sektor jasa keuangan lainnya, ada koperasi jasa keuangan syariah (KJKS), asuransi syariah, pegadaian syariah, obligasi syariah dan sebagainya.
Jika perkembangan bisnis syariah ini tumbuh berawal dari sektor keuangan, tentu sangat mudah utuk dipahami, mengapa? Sebab, bisnis disektor keuangan merupakan bisnis yang basis penggeraknya adalah bunga. Ketika kemudian ada fatwa yang menjelaskan bahwa bunga bank adalah riba, maka tentu saja bisnis disektor ini mengalami guncangan (meski banyak juga yang masih merasa nyaman). Maka upaya-upaya untuk mensyariahkan bisnis di sektor ini terus menerus dilakukan.
Lalu bagaimana bisnis di sektor riil?, Seakan tidak mau kalah, bisnis syariah disektor riil tidak mau ketingggalan. Maka muncul bisnis perhotelan syariah, rumah makan syariah, minimarket syariah, property syariah, televisi syariah, radio syariah, sekolah syariah, travel syariah, dan masih banyak lagi.
Perkembangan bisnis syariah di sektor riil ini selain menarik perhatian, ternyata juga memunculkan tanda tanya besar. Karena jika pensyariahan bisnis sektor keuangan yang menjadi sasaran tembaknya adalah menghilangkan bunga. Lantas di sektor riil, apanya yang mau di syariahkan?. Ini tentu menimbulkan pertanyaan di kalangan pelaku bisnis. Pensyariahan disektor ini apakah suatu keharusan ataukah hanya sekadar latah-latahan? Sekadar untuk menarik simpati pasar dan merebut pasar? Ataukah memang wajib hukumnya?
Label Syariah
Saat ini keinginan masyarakat untuk bersyariah semakin tinggi. Namun semangat yang tinggi belum dibarengi dengan pengetahuan yang memadai tentang syariah itu sendiri. Ibarat nafsu besar tapi tenaga kurang. Akiibatnya jika kita cermati perjalanan bisnis syariah yang ada, memang telah Nampak terjadi kesimpangsiuran pemahaman di tengah masyarakat, maupun dari kalangan pelaku bisnis syariah itu sendiri. Akibatnya, masyarakat memandang bahwa seakan-akan jika ada sebuah bisnis yang sudah diberi label syariah berarti perusahaan tersebut adalah perusahaan syariah
Pemberian label syariahnya pun dengan kategori yang sangat sederhana, misalnya hanya dilihat pada jenis produknya atau hanya penggunaan istilahnya saja, yaitu hanya sekadar mengambil istilah-istilah, merek-merek, judul-judul, yang berbau arab saja. Jika istilah produknya sudah berbau arab atau produknya adalah produk yang sama dengan produk jaman Nabi, maka bisnis produk tersebut langsung dapat diklaim sebagai bisnis syariah. Termasuk jika nama perusahaannya sudah berbau arab, maka sudah dianggap sebagai perusahaan syariah.
Misal, ada perusahaan yang menghasilkan produk-produk thibun-nabawi (obat-obatan ala Nabi), seperti produk herbal habbatusauda, madu, alat bekam,dll maka perusahaan tersebut sudah dapat diklaim sebagai perusahaan syariah. Contoh yang lain adalah perusahaan yang menyediakan produk jasa keuangan yang tidakmenggunakan bunga(riba), kemudian diganti dengan akad-akad yang menggunakan istilah arab misalnya akad murobahah, musyarokah mutanaqishoh, ijaroh, dll, maka sudah dapat langsung diklaim sebagai perusahaan syariah, apakah memang demikian?
Klaim tersebut memang tidak salah, namun klaim tersebut tampaknya terlalu tergesa-gesa. Misalnya perusahaan yang memproduksi thibunnabawi, ternyata sistem penjualannya menggunakan pola MLM yang berasal dari MLM konvensional yang sistem akad dan transaksinya menyalahi ketentuan syariah karena didalamnya terdapat akad ganda (dua akad dalam satu transaksi) yang telah dilarang oleh syariah.
Demikian juga dengan perusahaan jasa keuangan, walaupun menyediakan pembiayaan tanpa bunga, namun pada prakteknya masih menerapkan pembiayaan yang mirip bunga, namun diberi akad “mudharabah” atau “musyarokah” dsb.Akadnya memang menggunakan akad bagi hasil, tetapi pada prakteknya ternyata bagi hasil yang harus dibayarkan besarnya bersifat tetap, yang dihitung berdasarkan prosentase dari pokok modal yang telah diberikan (dipinjamkan)

Lalu, Bagaimana Bisnis Syariah Yang sebenarnya?
Sebagaimana dikatakan diawal, bahwa bisnis adalah bagian dari aktifitas manusia yang akan dimintai pertanggungjawabannya oleh Allah SWT. Maka Seluruh aktifitas dalam bisnis harus terikat dengan AturanNya. Setidaknya ada 3 hal pokok dalam anatomi bisnis syariah yang harus diketahui oleh para pebisnis:
  1. Produk (barang dan Jasa) harus halal
  2. Hukum-hukum akhlak pebisnis
  3. Hukum-hukum transaksi (muamalah) yang meliputi :
  • Konsepsi Aqad
  • Hukum jual beli (Al Bay’)
  • Hukum Kerja (Ijaroh)
  • Hukum Kerjasama (Syirkah)
  • Hukum Rahn ( Gadai)
  • Hukum Qordh ( Utang )
  • Hukum Dhoman (Jaminan)
  • Hukum Hawalah (Pengalihan)
  • Hukum Wakalah (Perwakilan)
  • Hukum Riba
Jadi, bisa disimpulkan bahwa bisnis syariah tidak hanya produknya yang berbau syariah (nama-nama arab) atau berlabel syariah saja, tetapi lebih dari itu semua transaksi yang dilakukan didalamnya harus sesuai dengan syariah.
(Tasrin A.Halid, Koord. Lajnah Khusus Pengusaha HTI Sulsel)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar