Perbatasan Wilayah Indonesia dengan negara-negara tetangga
Indonesia
merupakan negara kepulauan dengan letak geografis 6°LU - 11°08'LS dan dari
95°'BT -
141°45'BT
dan garis pantai sebesar 81.900 km Indonesia memiliki wilayah perbatasan dengan
banyak negara tetangga baik perbatasan darat maupun perbatasan laut. Batas
darat (kontinen) wilayah Indonesia berbatasan langsung dengan Malaysia, Papua
Nugini dan Timor Leste, sedangkan batas laut (maritim) negara Indonesia
berbatasan langsung dengan India, Thailand, Malaysia, Singapura, Vietnam,
Filipina, Republik Palau, Papua Nugini, Australia dan Timor Leste. Wilayah
perbatasan laut pada umumnya berupa pulau-pulau terluar yang jumlahnya 92 pulau
dan termasuk pulau-pulau kecil.
Batas
wilayah negara Indonesia dengan negara yang bersangkutan baik itu batasan darat
maupun batasan laut banyak mengalami kontroversi. Perbatasan yang terdapat
didaratan suatu wilayah biasanya ditandai dengan titik atau patok yang sudah
menjadi kesepakatan bersama antara pemerintah negara-negara yang memiliki batas
satu daratan dengan bukti kesepakatan yang ditandatangani bersama dibawah
naungan Dewan Keamanan PBB yang menangani tentang perbatasan suatu batas negara
berdaulat. Selain ditandai dengan titik atau patok, perbatasan batas wilayah
negara berdaulat bisa juga ditandai dengan bentangan memanjang bangunan
berbentuk pagar batas yang tentunya berdasarkan kesepakatan bersama pula.
Sementara
itu yang masih sangat sulit untuk ditandai dan dibuktikan dengan tanda yang
akurat adalah soal tanda batas perbatasan wilayah yang memisahkan satu negara
dengan negara lain yang berhubungan dengan perbatasan maritim. Disinilah yang
sering kali terjadi konflik antar negara.
Dari
beberapa batas wilayah negara indonesia dengan negara tetangga dapat di ulas di
bawah ini :
Indonesia-Malaysia
Pelanggaran
perbatasan nagara Indonesia dengan negara tetangganya sering banyak dilanggar
oleh Malaysia. Ini terbukti dengan adanya pelanggaran perbatasan wilayah negara
yang masih terus dilakukan oleh negara tetangga. Malaysia lah yang paling
sering melakukan pelanggaran batas wilayah RI.
Untuk
pelanggaran wilayah perbatasan perairan Indonesia, di perairan Kalimantan Timur
dan seputar Laut Sulawesi telah terjadi pelanggaran oleh kapal perang Malaysia
dan kapal polisi maritim Malaysia. Penentuan batas laut Indonesia-Malaysia di
beberapa bagian wilayah perairan Selat Malaka masih belum disepakati ke dua
negara. Ketidakjelasan batas maritim tersebut sering menimbulkan konflik di
lapangan antara petugas lapangan dan nelayan Indonesia dengan pihak Malaysia. Karena
sering tejadinya konflik, Indonesia-Malaysia membuat perjanjian penetapan garis
batas laut wilayah di Kuala Lumpur pada tanggal 17 Maret 1970 yang di sahkan UU
No. 2 Tahun 1971 (10-03-1971) yang berisi “Treaty
between the Republic of Indonesia and Malaysia Relating the Delimitation of the
Territorial Seas of the Two Countries in the Straits of Malaca (Perjanjian
antara Republik Indonesia dan Malaysia Tentang Penetapan Garis Batas Laut
Wilayah Kedua Negara di Selat Malaka)”.
Sementara
untuk pelanggaran wilayah darat, diantaranya berupa pemindahan titik-titik
batas wilayah di Kalimantan Barat. Pemindahan patok batas terjadi di Sektro
Tengah, Utara Gunung Mumbau, Taman Nasional Betung Kerihun, Kecamatan Putu Sibau,
serta Kabupaten Kapuas Hulu. Selain itu, pelanggaran wilayah perbatasan darat
juga dilakukan oleh para pelintas batas yang tidak memiliki dokumen yang sah. Permasalahan
lain antar kedua negara ini adalah masalah pelintas batas, penebangan kayu
ilegal, dan penyelundupan. Penetapan garis batas darat kedua negara di Selat
Malaka dan laut Cina Selatan ditandatangai tanggal 27 oktober 1969 yang
diratifikasi melalui Keppres No.89 tahun 1969 tanggal
5 November 1969/ LN No.54 dengan nama perjanjian Agreement between the
Government of the Republic of Indonesia and the Government of Malaysia Relating
to the Delimitation of the Continental Shelves between the Two Countries.
(Persetujuan antara Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Malaysia
Tentang Penetapan Garis Batas Landas Kontinen antara Kedua Negara).
Indonesia-Singapura
Perbatasan
wilayah antara Indonesia dan Singapura terjadi pada perbatasan laut bagian
batas laut wilayah Timur antara Batam dan Changi, serta Bintan dan South
Ledge/Middle Rock/Pedra Branca.
Permasalahan
yang terjadi karena Singapura melakukan perbaikan pantai di wilayahnya.
Sehingga terjadi perubahan garis pantai ke arah perairan Indonesia yang cukup
besar. Bahkan Singapura telah menggabungkan beberapa pulaunya menjadi daratan
yang luas. Untuk itu batas wilayah perairan Indonesia – Singapura yang belum ditetapkan
harus segera diselesaikan, karena bisa mengakibatkan masalah di masa mendatang.
Singapura akan mengklaim batas lautnya berdasarkan Garis Pangkal terbaru,
dengan alasan Garis Pangkal lama sudah tidak dapat diidentifikasi.
Namun
dengan melalui perundingan yang menguras energi kedua negara, akhirnya
menyepakati perjanjian batas laut kedua negara yang diratifikasi langsung oleh
Menteri Luar Negeri Indonesia Marty M Natalegawa dengan Menteri Luar Negeri
Singapura George Yeo, di Singapura hari Senin 30 Agustus 2010 yang merupakan
kelanjutan dari perjanjian batas wilayah laut yang sebelumnya telah disetujui
oleh kedua negara sebelumnya pada 25 Mei 1973 dalam UU RI No. 7 tahun 1973
tentang perjanjian antara RI dan laut wilayah kedua negara di Selat Singapura.
Batas laut yang ditentukan adalah Pulau Nipa dan Pulau Tuas, sepanjang 12,1
kilometer. Perundingan ini telah berlangsung sejak tahun 2005, dan kedua tim
telah berunding selama delapan kali. Dengan demikian permasalahan berbatasan
laut Indonesia dan Singapura pada titik tersebut tidak lagi menjadi polemik
yang bisa menimbulkan konflik, namun demikian masih ada beberapa titik
perbatasan yang belum disepakati dan masih terbuka peluang terjadinya konflik
kedua negara.
Indonesia-Thailand
Ditinjau
dari segi geografis, kemungkinan timbulnya masalah perbatasan antara RI dengan
Thailand tidak begitu kompleks, karena jarak antara ujung pulau Sumatera dengan
Thailand sangat jauh, RI-Thailand sudah memiliki perjanjian landas kontinen
yang terletak di dua titik koordinat tertentu di kawasan perairan Selat Malaka
bagian utara dan Laut Andaman di Bangkok pada 17 desember 1971 yang di sahkan Keppres No: 21 Tahun
1972
dengan nama “Agreement Between the Government of the
Republic of Indonesia and the Government of the Kingdom of Thailand Relating to
the Delimitation of a Continental Shelf Boundary Between the Two Countries in
the Northern Part of the Straits of Malacca and in the Andaman Sea.
(Persetujuan Antara Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Kerajaan
Thailand Tentang Penetapan Suatu Garis Batas Landas Kontinen Antara Kedua
Negara Dibagian Utara Selat Malaka dan Di Laut Andaman)”.
Permasalahan
yang terjadi karena penangkapan ikan oleh nelayan Thailand yang mencapai
wilayah perairan Indonesia. Di samping itu, penangkapan ikan oleh nelayan asing
di laut Andaman merupakan masalah sosio-ekonomi karena keberadaan masyarakat
pantai Indonesia. Adapun perjanjian penetapan garis
batas dasar laut antara kedua negara di laut Andaman yang diratifikasi melalui
Keppres No.1 tanggal 31 Januari 1977 LN No.3 dan ditandatangani di Jakarta, 11
Desember 1975 dengan nama Agreement Between the Government of the Republic of
Indonesia and the Government of the Kingdom of Thailand Relating to the
Delimitation of the Sea-Bed Boundary Between the Two Countries in the Andaman
Sea. (Persetujuan Antara Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Kerajaan
Thailand Tentang Penetapan Garis Batas Dasar Laut Antara Kedua Negara Di Laut
Andaman).
Indonesia-Filipina
Meskipun
hubungan Indonesia-Filipina dibilang baik, tapi masih ada perosoalan batas
negara yang masih belum diselesaikan seperti pnegukuran batas wilayah
berdasarkan Zone Ekonomi Ekslusif (ZEE). Untuk soal ini Indonesai sudah dua
kali melakukan pertemuan dengan Filipina.
Berdasarkan
dokumen
perjanjian batas-batas maritim Indonesia dan Filipina sudah beberapa
kali melakukan perundingan, khususnya mengenai garis batas maritim di
laut
Sulawesi dan sebelah selatan Mindanao (sejak 1973). Namun sampai
sekarang belum
ada kesepakatan karena salah satu pulau milik Indonesia (Pulau Miangas)
yang
terletak dekat Filipina, diklaim miliknya. Hanya saja mengadakan
pertemuan Antar Pejabat Senior Mengenai Penetapan Batas-Batas Maritim
Antara Indonesia dan Filipina Record of
Discussions the First Senior Officials Meeting on the Delimitation of
the
Maritime Boundary Between Indonesia and the Philippines, Manado, 23 - 25
June
1994. (Catatan Hasil Perbincangan pada Pertemuan Pertama Antar Pejabat
Senior
Mengenai Penetapan Batas-Batas Maritim Antara Indonesia dan Filipina,
Manado,
23 - 25 Juni 1994). Hal itu didasarkan atas ketentuan konstitusi
Filipina yang masih mengacu pada treaty
of paris 1898. Sementara Indonesia berpegang pada wawasan nusantara (the
archipelagic principles) sesuai dengan ketentuan Konvensi PBB tentang hukum
laut (UNCLOS 1982).
Indonesia-Australia
Perjanjian
Indonesia dengan Australia mengenai garis batas yang terletak antara perbatasan
Indonesia-Papua New Guinea ditandatangani di Jakarta, pada 12 Februari 1973.
Kemudian disahkan dalam UU No 6 tahun 1973, tepatnya pada 8 Desember 1973.
Adapun
persetujuan antara Indonesia dengan Australia tentang penetapan batas-batas
Dasar Laut, ditanda tangani paada 7 Nopember 1974. Pertama, isinya menetapkan
lima daerah operasional nelayan tradisional Indonesia di zona perikanan
Australia, yaitu Ashmore reef (Pulau Pasir); Cartier Reef (Pulau Ban); Scott
Reef (Pulau Datu); Saringapatan Reef, dan Browse.
Kedua,
nelayan tradisional Indonesia di perkenankan mengambil air tawar di East Islet
dan Middle Islet, bagian dari Pulau Pasir (Ashmore Reef). Ketiga, nelayan
Indonesia dilarang melakukan penangkapan ikan dan merusak lingkungan di luar kelima
pulau tersebut.
Sementara
persetujuan Indonesia dengan Australia, tentang pengaturan Administrative
perbatasan antara Indonesia-Papua New Gunea ditanda tangani di Port Moresby,
pada 13 November 1973. Hal tersebut telah disahkan melalui Keppres No. 27 tahun
1974, dan mulai diberlakukan pada 29 April 1974. Atas perkembangan baru di
atas, kedua negara sepakat untuk meningkatkan efektivitas pelaksanaan MOU 1974.
Kemudian
perjanjian perbatasan RI-Australia yang meliputi perjanjian batas landas
kontinen dan batas Zona Ekonomi Ekslusif (ZEE) mengacu pada Perjanjian
RI-Australia yang ditandatangani pada tanggal 14 Maret 1997. Penentuan batas
yang baru RI-Australia, di sekitar wilayah Celah Timor perlu dibicarakan secara
trilateral bersama Timor Leste.
Indonesia-India
Permasalahan
batas maritim antara Indonesia dan India yang masih harus dirundingkan adalah
penetapan garis batas ZEE. Waktu penyelenggaraan perundingan masih perlu
disepakati bersama. Pemri telah menyampaikan usulan perundingan dengan India
pada bulan Oktober 2010.
Perbatasan
kedua negara terletak antara pulau Rondo di Aceh dan pulau Nicobar di
India. Batas maritim dengan landas kontinen yang terletak pada titik-titik
koordinat tertentu di kawasan perairan Samudera Hindia dan Laut Andaman, sudah
disepakati oleh kedua negara. Namun permasalahan di antara kedua negara masih
timbul karena sering terjadi pelanggaran wilayah oleh kedua belah pihak,
terutama yang dilakukan para nelayan.
Perjanjian tersebut diratifikasi melalui Keppres No.51 tahun 1974
tanggal 25 September 1974 LN No.47 dan di tandatangani di Jakarta, 8 agustus
1974 dengan nama Agreement Between the Government of the Republic of Indonesia
and the Government of the Republic of India Relating to the Delimitation of the
Continental Shelf Boundary Between the Two Countries. (Persetujuan Antara
Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Republik India Tentang Penetapan
Garis Batas Landas Kontinen Antara Kedua Negara).
Garis
batas
landas kontinen Indonesia dan India adalah garis lurus yang ditarik
dari
titik pertemuan menuju arah barat daya yang berada di Laut Andaman. Hal
itu
berdasarkan persetujuan pada 14 Januari 1977 di New Delhi, tentang
perjanjian Agreement Between the Government of the Republic of
Indonesia and the Government of the Republic of India on the Extension
of the
1974 Continental Shelf Boundary Between the Two Countries in the Andaman
Sea
and the Indian Ocean. (Persetujuan Antara Pemerintah Republik Indonesia
dan
Pemerintah Republik India Tentang Perpanjangan Garis Batas Landas
Kontinen
Tahun 1974 Antara Kedua Negara di Laut Andaman dan Samudera Hindia).
Namun, pada beberapa wilayah batas laut kedua negara masih belum ada
kesepakatan.
Indonesia-Vietnam
Wilayah
perbatasan antara Pulau Sekatung di Kepulauan Natuna dan Pulau Condore di
Vietnam yang berjarak tidak lebih dari 245 mil, memiliki kontur landas kontinen
tanpa batas benua, masih menimbulkan perbedaan pemahaman di antara ke dua
negara. Persetujuan batas landas kontinen di tandatangani pada 26 Maret 2003 di
Hanoi tetapi belum berlaku karena masih belum di sahkan. Pada saat ini kedua
belah pihak sedang melanjutkan perundingan guna menentukan batas landas
kontinen di kawasan tersebut.
Sebelumnya,
pada 1977 Vietnam menyatakan memiliki ZEE seluas 200 mil laut, diukur dari
garis pangkal lurus yang digunakan untuk mengukur lebar Laut Wilayah. Hal ini
tidak sejalan dengan konvensi hukum laut 1982, karena Vietnam berusaha
memasukkan pulau-pulau yang jaraknya sangat jauh dari titik pangkal. Kondisi
tersebut menimbulkan polemik dengan ZEE Indonesia di sebelah utara Pulau
Natuna. Perundingan pertama ke dua negara telah diselenggarakan pada 17-18 Mei
2010 di Hanoi.
Indonesia-Papua Nugini
Indonesia
dan Papua Nugini telah menyepakati batas-batas wilayah darat dan maritim.
Meskipun demikian, ada beberapa kendala kultur yang dapat menyebabkan timbulnya
salah pengertian. Persamaan budaya dan ikatan kekeluargaan antar penduduk yang
terdapat di kedua sisi perbatasan, menyebabkan klaim terhadap hak-hak
tradisional dapat berkembang menjadi masalah kompleks di kemudian hari.
Indonesia-Timor Leste
Saat
ini sejumlah masyarakat Timor Leste yang berada diperbatasan masih menggunakan
mata uang rupiah, bahasa Indonesia, serta berinteraksi secara
sosial dan budaya dengan masyarakat Indonesia. Persamaan budaya dan
ikatan kekeluargaan antarwarga desa yang terdapat di kedua sisi
perbatasan, dapat menyebabkan klaim terhadap hak-hak tradisional,
dapat berkembang menjadi masalah yang lebih kompleks. Disamping
itu, keberadaan pengungsi Timor Leste yang masih berada di wilayah
Indonesia dalam jumlah yang cukup besar potensial menjadi permasalahan
perbatasan di kemudian hari.
Berdirinya
negara Timor Leste sebagai negara merdeka, menyebabkan terbentuknya perbatasan
baru antara Indonesia dengan negara tersebut. Perundingan penentuan batas darat
dan laut antara RI dan Timor Leste telah dilakukan dan masih berlangsung sampai
sekarang.
Perjanjian dengan nama Arrangement Between the Government of the
Republic of Indonesia and the Government of the Democratic Republic of Timor-
Leste on Traditional Border Crossings and Regulated Markets. (Pengaturan Antara
Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Republik Demokratik Timor Timur
Mengenai Pelintas Batas Tradisional dan Pengaturan Pasar-Pasar) ditandatangani
pada 11 juni 2003 di Jakarta. Pada tahap ini disepakati penentuan batas darat
berupa deliniasi dan demarkasi, yang dilanjutkan dengan perundingan penentuan
batas maritim. Kemudian perundingan Joint Border Committee kedua
diselenggarakan di Dilli, pada Juli 2003.
Sumber:
http://www.kemlu.go.id/Pages/InternationalTreaty.aspx?l=id
Tidak ada komentar:
Posting Komentar