Banyak orang yang percaya
bahwa konsumen secara otomatis terlindungi dari kerugian dengan adanya
pasar yang bebas dan kompetitif dan bahwa pemerintah atau para pelaku
bisnis tidak mengambil langkah – langkah yang diperlukan untuk
menghadapi masalah ini. Pasar bebas mendukung alokasi , penggunaan, dan
distribusi barang- barang yang dalam artian tertentu, adil, menghargai
hak, dan memiliki nilai kegunaan maksimum bagi orang- orang yang
berpartisipasi dalam pasar. Lebih jauh lagi, di pasar seperti ini,
konsumen dikatakan ‘’ berdaulat penuh’’. Saat konsumen menginginkan dan
bersedia membayar untuk suatu produk, para penjual memperoleh insentif
untuk memenuhi keinginan mereka. Seperti yang dikatakan seorang penulis
ekonomi ternama,’’ konsumen , dengan cita rasa mereka seperti yang
diekspresikan dalam pilihan atas produk, mengarahkan bagaimana
sumberdaya masyarakat dislaurkan.
Dalam pendekatan pasar,
terhadap perlindungan konsumen , keamanan konsumen dilihat sebagai
produk yang paling efisien bila disediakan melalui mekanisme pasar bebas
di mana penjual memberikan tanggapan terhadap permintaan konsumen.
(Velazquez,2005: 317) . Dalam teori, konsumen yang menginginkan
informasi bisa mencarinya di organisasi-organisasi seperti consumers
union, yang berbisnis memperoleh dan menjual informasi. Dengan kata
lain, mekanisme pasar perlu menciptakan pasar informasi konsumen jika
itu yang diinginkan konsumen.( Velazquez,2005: 319).
Adapun kewajiban konsumen
untuk melindungi kepentingannya ataupun produsen yang melindungi
kepentingan konsumen, sejumlah teori berbeda tentang tugas etis produsen
telah dikembangkan , masing- masing menekankan keseimbangan yang
berbeda antara kewajiban konsumen pada diri mereka sendiri dengan
kewajiban produesn pada konsumen meliputi pandangan kontrak, pandangan “
due care” dan pandangan biaya sosial.
a. Pandangan kontrak kewajiban produsen terhadap konsumen
Menurut pandangan kontrak
tentang tugas usaha bisnis terhadap konsumen, hubungan antara perusahaan
dengan konsumen pada dasarnya merupakan hubungan kontraktual, dan
kewajiban moral perusahaan pada konsumen adalah seperti yang diberikan
dalam hubungan kontraktual. Pandangan ini menyebutkan bahwa saat
konsumen membeli sebuah produk, konsumen secara sukarela menyetujui “
kontrak penjualan” dengan perusahaan. Pihak perusahaan secara sukarela
dan sadar setuju untuk memberikan sebuah produk pada konsumen dengan
karakteristik tertentu, dan konsumen juga dengan sukarela dan sadar
setuju membayar sejumlah uang pada perusahaan untuk produk tersebut.
Karena telah sukarela menyetujui perjanjian tersebut, pihak perusahaan
berkewajiban memberikan produk sesuai dengan karakteristik yang
dimaksud. Teori kontrak tentang tugas perusahaan kepada konsumen
didasarkan pada pandangan bahwa kontrak adalah sebuah perjanjian bebas
yang mewajibkan pihak-pihak terkait untuk melaksanakan isi persetujuan.
Teori ini memberikan gambaran bahwa perusahaan memiliki empat kewajiban
moral utama: kewajiban dasar untuk mematuhi isi perjanjian penjualan,
dan kewajiban untuk memahami sifat produk , menghindari misrepesentasi,
dan menghindari penggunaan paksaan atau pengaruh . Dengan bertindak
sesuai kewajiban-kewajiban tersebut,perusahaan berartim menghormati hak
konsumen untuk diperlakukan sebagai individu yang bebas dan sederajat
atau dengan kata lain,sesuai dengan hak mereka untuk memperoleh
perlakuan yang mereka setuju untuk dikenakan pada mereka.
(Velazquez,2005: 321-323). Meskipun demikian, teori kontraktual
mempunyai kelemahan diantaranya. Pertama, teori ini secara tidak
realistis mengasumsikan bahwa perusahaan melakukan perjanjian secara
langsung dengan konsumen. Kedua, teori ini difokuskan pada fakta bahwa
sebuah kontrak sama dengan bermata dua. Jika konsumen dengan sukarela
setuju untuk membeli sebuah produk dengan kualitas- kualitas tertentu ,
maka dia bisa setuju untuk membeli sebuah produk tanpa kualitas-kualitas
tersebut. Atau dengan kata lain, kebebasan kontrak memungkinkan
perusahaan dibebaskan dari kewajiban kontrak dengan secara eksplisit
menyangkal bahwa produk yang dijual bisa diandalkan,bisa diperbaiki,
aman dan sebagainya.
Jadi, teori kontrak ini
mengimplikasikan bahwa jika konsumen memiliki banyak kesempatan untuk
memeriksa produk, beserta pernyataan penolakan jaminan dan dengan
sukarela menyetujuinya, maka diasumsikan bertanggungjawab atas cacat
atau kerusakan yang disebutkan dalam pernyataan penolakan, serta semua
karusakan yang mungkin terlewati saat memeriksanya. Ketiga, asumsi
penjual dan pembeli adalah sama dalam perjanjian penjualan. Kedua belah
pihak harus mengetahui apa yang mereka lakukan dan tidak ada yang
memaksa . Kenyataanya, pembeli dan penjual tidak sejajar/ setara seperti
yang diasumsikan .Seorang konsumen yang harus membeli ratusan jenis
komoditas tidak bisa berharap mengetahui segala sesuatu tentang semua
produk tersebut seperti produsen yang khusus memproduksi produk.
Konsumen tidak memiliki keahlian ataupun waktu untuk memperoleh dan
memproses informasi untuk dipakai sebagai dasar membuat keputusan.
b. Teori Due care
Teori ini menerangkan
tentang kewajiban perusahaan terhadap konsumen didasarkan pada gagasan
bahwa pembeli dan konsumen tidak saling sejajar dan bahwa
kepentingan-kepentingan konsumen sangat rentan terhadap tujuan-tujuan
perusahaan yang dalam hal ini memiliki pengetahuan dan keahlian yang
tidak dimiliki konsumen. Karena produsen berada dalam posisi yang lebih
menguntungkan, mereka berkewajiban untuk menjamin bahwa kepentingan
–kepentingan konsumen tidak dirugikan oleh produk yang mereka tawarkan.
Pandangan due care ini juga menyatakan bahwa konsumen harus bergantung
pada keahlian produsen, maka produsen tidak hanya berkewajiban untuk
memberikan produk yang sesuai klaim yang dibuatnya, namun juga wajib
berhati-hati untuk mencegah agar orang lain tidak terluka oleh produk
tersebut sekalipun perusahaan secara eksplisit menolak
pertanggungjawaban ini bila mereka gagal memberikan perhatian yang
seharusnya bisa dilakukan dan perlu dilakukan untuk mencegah agar
oranglain tidak dirugikan oleh penggunaan suatu produk(Velazquez,2005:
330) . Adapun kelemahan yang didapat dari teori ini adalah tidak
adanya metode yang jelas untuk menentukan kapan seseorang atau produsen
telah memberikan perhatian yang memadai. Kemudian, asumsi bahwa produsen
mampu menemukan resiko – resiko yang muncul dalam penggunaan sebuah
produk sebelum konsumen membeli dan menggunakannya. Pada kenyataannya
,dalam masyarakat dengan inovasi teknologi yang tinggi, produk-produk
baru yang kerusakannya tidak bisa dideteksi sebelum dipakai selama
beberapa tahun dan akan terus disalurkan ke pasar. Ketiga, teori ini
terlihat paternalistik , yang menggambarkan bahwa produsen adalah pihak
yang mengambil keputusan –keputusan penting bagi konsumen , setidaknya
dalm kaitannya dengan tingkat resiko yang layak diterima konsumen.
(Velazquez,2005: 334).
c. Pandangan teori biaya sosial
Teori ini menegaskan bahwa
produsen bertanggungjawab atas semua kekurangan produk dan setiap
kekurangan yang dialami konsumen dalam memakai poroduk tersebut. Teori
ini merupakan versi yang paling ekstrem dari semboyan “ caveat venditor”
(hendaknya si penjual berhati- hati). Walaupun teori ini menguntungkan
untuk konsumen, rupanya sulit mempertahankannya juga. Kritik yang dapat
diungkapkannya sebagai berikut:
1. Teori
biaya sosial tampaknya kurang adil, karena menganggap orang
bertanggungjawab atas hal – hal yang tidak diketahui atau tidak bisa
dihindarkan
2. Membawa
kerugian ekonomis, bila teori ini dipraktekkan , maka produsen terpaksa
harus mengambil asuransi terhadap kerugian dan biaya asuransi itu bisa
menjadi begitu tinggi, sehingga tidak terpikul lagi oleh banyak
perusahaan. (Bertens, 2000: 238-239).
Ada juga tanggung jawab bisnis lainnya terhadap konsumen, yaitu ;
1. Kualitas produk
Dengan kualitas produk
disini dimaksudkan bahwa produk sesuai dengan apa yang dijanjikan oleh
produsen (melalui iklan atau informasi lainnya) dan apa yang secara
wajar boleh diharapkan oleh konsumen. Konsumen berhak atas produk yang
berkualitas , karena ia membayar untuk itu. Dan bisnis berkewajiban
untuk menyampaikan produk yang berkualitas, misalnya produk yang tidak
kadaluwarsa( bila ada batas waktu seperti obat-obatan atau makanan).
(Bertens, 2000: 240)
2. Harga
Harga yang adil merupakan
sebuah topik etika yang sudah tua. Mulai dari zaman Aristoteles dan
pemikirannya sampai abad pertengahan. Di zaman modern , struktur ekonomi
tentu menjadi lebih kompleks. Karena itu, masalah harga pun menjadi
suatu kenyataan ekonomis sangat kompleks yang ditentukan oleh banyak
faktor sekaligus, namun masalah ini tetap diakui mempunyai implikasi
etis yang penting. Harga merupakan buah hasil perhitungan faktor-faktor
seperti biaya produksi, biaya investasi, promosi, pajak, ditambah tentu
laba yang wajar. Dalam sistem ekonomi pasar bebas, sepintas lalu rupanya
harga yang adil adalah hasil akhir dari perkembangan daya-daya pasar .
Kesan spontan adalah bahwa harga yang adil dihasilkan oleh tawar-
menawar sebagaimana dilakukan di pasar tradisional, dimana si pembeli
sampai pada maksimum harga yang mau ia pasang. Transaksi terjadi, bila
maksimum dan minimum itu bertemu. Dalam hal ini mereka tentu dipengaruhi
oleh para pembeli dan penjual lain di pasar dan harga yang mau mereka
bayar atau pasang . Jika penjual lain menawarkan barangnya dengan harga
lebih murah, tentu saja para pembeli akan pindah ke tempat itu. Harga
bisa dianggap adil karena disetujui oleh semua pihak yang terlibat dalam
proses pembentukannya (Bertens, 2000: 242)
3. Pengemasan dan pemberian label
Pengemasan produk dan label
yang ditempelkan pada produk merupakan aspek bisnis yang semakin
penting. Selain bertujuan melindungi produk dan memungkinkan
mempergunakan produk dengan mudah, kemasan berfungsi juga untuk
mempromosikan produk, terutama di era toko swalayan sekarang. Pengemasan
dan label dapat menimbulkan juga masalah etis. Tuntutan etis yang
pertama ialah informasi yang disebut pada kemasan benar . Kemudian
tuntutan lain yang diperoleh dari pengemasan ini adalah tidak boleh
menyesatkan konsumen. (Bertens, 2000: 245-246)
sumber :http://ekonomi.kompasiana.com/manajemen/2012/04/02/etika-dan-perlakuan-terhadap-konsumen/